Oleh:PRISELIA DIAN ANGGRAINI
HES III C/1711143069
ANALISIS SOSIOLOGIS TENTANG PENENRAPAN HUKUM DI SEGALA LAPISAN MASYARAKAT
Disini saya akan mempersempahkan
beberapa artikel yang membahas beberapa kasus yang sama yaitu kasus
kekerasan/pembunuhan dengan terdakwa yang berbeda.Berbeda dalam artian dari
lapisan atas dan bawah .Apakah akan sama penerapan hukumnya dengan terdakwa
dari lapisan masyarakat yang berbeda.Apakah benar penegakkan hukum Indonesia
masih pilih kasih.
ARTIKEL
PERTAMA
PENULIS
: Asrina
Yuni Ikhsanti
ALAMAT
WEB : /pembunuhan/Kasus Marsinah - KOMPASIANA.com.htm
PENERBIT
:KOMPASIANA
PEMBUNUHAN
MARSINAH
Marsinah adalah seorang aktivis dan
buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang
diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang
selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan
Wilangan Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua
orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono
(pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala
Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat
penganiayaan berat.
Awal tahun
1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992
yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya
dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut
tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha
berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993,
Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut
dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3
dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah
adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi
unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara
lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei
1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah
teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan
mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok
total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah
pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari
mereka perjuangkan dan ont diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai
dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam
kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang
dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak
perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa
Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando
Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan
diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan
masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan
keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu,
sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai
tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai
akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah
dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu
adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan
beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap
secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala
Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan
fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian
diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa
mengaku telah membuat control dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah.
Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap
Baru 18 hari
kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim
dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja
D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari
kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah
menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap
Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut
adalah Anggota TNI.
Hasil
penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS)
menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke
pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di
Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam
CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto
divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum
berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi
dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat
kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala
dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah
menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa
penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Marsinah
memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1993. Ia menjadi simbol perjuangan
kaum buruh. Kasus ini pun menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional atau
ILO, dikenal sebagai kasus 1713. Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima
hukuman.
Kasus diatas menunjukkan masih
banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau sekelompok orang baik disengaja maupun tidak mengganggu atau
mencabut hak asasi orang lain.
ARTIKEL
KEDUA
SUMBER
:MERDEKA.com
KESAL TAK DIBERI UANG ROKOK,
GURU LES PRIVAT TEGA HABISI MURIDNYA
Polres Wonogiri menangkap RFS(29)
pelaku pembunuhan terhadap Arif Murdika (9) ,bocah kelas 3 SD Negeri
Bulurejo,Kecamatan Bulukerto,Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah,Sabtu pekan lalu .Pelaku
yang juga tetangga korban namun beda RT ,tega menghabisi bocah tak berdosa
lantaran tidak diberi uang untuk membeli
rokok.
Informasi
yang dihimpun dari kepolisianserta sumber lainnya menyebutkan,kasus pembunuhan
sadis tersebut berhasil diungkap jajaran reskrim Wonogiri .Petugas bisa
menangkap pelaku pembunuhan sebelum 2x24 jam.
“Kejadiannya pembunuhannya Rabu 30
september lalu .Pelakunya adalah RFS yang tak lain masih tetangga korban,namun
berbeda RT .Dia berhasil kita tangkap senelum 2x24 jam ,” ujar Kapolres
Wonogiri ,AKBP Windro Panggabean,kepada merdeka.com Selasa(6/10).
Menurut
Kapolres pada awalnyaelaku sering memberi pelajaran matematika kepada korban
dan anak-anak di likngkungan dekat rumahnya.Dia menduga pelaku
mengalami kelainan seksual karena juga melakukan tindakan pelecehan
terhadap korban.
Windro menjelaskan ,setelah tak
mendapatkan uang rokok tersebut ,RFS kemudian membawa ke rumahnya dan melakukan
tindakan kekerasan terhadap korban.“Korban sempat mengalami pelecehan
seksual,dengan cara sodomi.Untuk mengelabui petugas ,pelaku menukar seragam
sekolah korban dengan seragam sekolah lain,”katanya.
Kapolres
menegaskan pihaknya akan menjerat pelaku yang juga residivis curanmor ini
dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15
tahun penjara.
Sementara itu berdasarkan keterangan
sejumlah warga Dusun Soko ,Desa Bulurejo,Kecamatan Bulukerto ,saat kejadian
mayat Arief ditemukan warga di kolong bawah jembatan dusun setempat dengan luka sayatan dan luka lebam di
beberapa bagian badannya,Usai ditemukan ,korban sempat dibawa ke Rumah Sakit
Amal Sehat Slogohimo,Wonogiri untuk mendapatkan visum.
Tabel
Perbandingan
Dari sumber diatas saya telah
menganalisis kasusnya ,sebenarnya kasusnya ini sama mengenai kekerasan
(pembunuhan)namun terdapat perbedaan dari keduanya terkait hukum yang
ditegakkan di dalam kasusnya.
PERBANDINGAN
|
ARTIKEL
1
|
ARTIKEL
2
|
1. Jenis
Pidana
2. Nama
Pelaku
3. Nama
Korban
4. Jumlah
Korban
5. Kerugian
Materiil
6. Kerugian
Immateriil
7. Perlakuan
Aparat
8. Fasilitas
selama proses hukum
|
1. Pembunuhan
2. Suprapto
(pekerja di bagian ontrol CPS),Yudi Susanto(pemilik Cps), Suwono (satpam CPS)
3. Marsinah
4. 1
5. Tuntutan
Gaji dan tunjangan yang belum direalisasikan
6. Keluarga
dan rekan kerjanya sangat terpuruk atas kematian Marsinah ,karena beliau lah
pelopor unjuk rasa yang dilakuan para buruh agar meningkatkan
kesejahteraannya
7. Didalam
kasus ini aparat seperti melakukan rekayasa penyelidikan agar instansi yang
terkait dalam kasus ini tidak dirugikan.Dan pelaku yang seharusnya segera
ditangkap oleh aparat,namun malah dilakukannya manipulasi tersangka.Sehingga
merugikan pihak korban
8. Terdakwa dapat melakukan banding dan dibebaskan
hukuman
|
1.
Pembunuhan
2.
RFS
3.
Arif Murdika
4.
1
5.
Tidak ada
6.
Keluarga yang ditinggalkan
sangatlah sedih ,karena anak yang baru berumur 9 tahun sudah dibunuh dengan
cara yangmengenaskan.
7.
Terdakwa langsung diciduk dan
dijebloskan ke penjara ,saat penangkapan sempat terjadi kekerasan yang
diberikan petugas dan warga.
8.
Terdapat langsung dijerat
hukuman 15 tahun penjara.
|
Dari
hasil analisa secara sosiologis ,Penegakkan hukum di indonesia dari masa orde
baru sampai sekarang masih memakai sistem pilih kasih ,bisa dilihat dari Proses
hukum yang diterima kedua terdakwa ini sangatlah berbeda .Ketika yang menjadi
terdakwa adalah orang yang memiliki jabatan penting ,para penegak hukum
terlihat sangat tidak bijaksana dalam mengambil keputusan karena dengan kasus
yang sama hasil sidangnya berbeda .
Sama”
melakukan tindak kekerasan dan pembunuhan ,namun terdakwa yang memiliki
kedudukan jabatan bisa melakukan banding dan bebas hukuman sedangkan dengan
terdakwa yang notabene rakyat kecil Undang-Undang tetap berlaku dan dia tetap
dikenai hukuman Penjara.Saat hasil sidang selalu merugikan rakyat kecil tidak
tindakan pemerintah yang membela rakyat
kecil .Seharusnya para penegak hukum lebih bijaksana dalam mengambil keputusan
untuk memberikan hukuman para terdakwa sesuai dengan Undang-Undang yang sudah ada
,Jangan memberikan hukuman pada rakyat kecil saja .Karena orang yang memiliki
jabatan atau kedudukan pun itu juga disebut Rakyat .Undang-Undang dan peraturan
dibuat untuk ditaatin dan dilaksanakan untuk semua rakyat disegala lapisan
.Bukan untuk rakyat kecil saja.
Kasus Marsinah sangat menarik perhatian publik tahun 90-an karena diduga kuta merupakan hasil konspirasi pengusaha dengan orang-orang yang anti buruh. Anda perlu pertajam analisis agar perbandingan antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam tabel di atas relevan karena kalau terdakwanya hanya satpam dan karyawan biasa sama dengan Marsinah maka menjadi tidak relevan disebut lapisan atas, untuk itu harus ada informasi tambahan bahwa satpam itu adalah representasi kelas atas. Silakan direvisi
BalasHapus