Selasa, 06 Oktober 2015

ANALISIS HUKUM (Sudah di revisi)


Oleh:PRISELIA DIAN ANGGRAINI
HES III C/1711143069

ANALISIS SOSIOLOGIS TENTANG PENENRAPAN HUKUM DI SEGALA LAPISAN MASYARAKAT
            Disini saya akan mempersempahkan beberapa artikel yang membahas beberapa kasus yang sama yaitu kasus kekerasan/pembunuhan dengan terdakwa yang berbeda.Berbeda dalam artian dari lapisan atas dan bawah .Apakah akan sama penerapan hukumnya dengan terdakwa dari lapisan masyarakat yang berbeda.Apakah benar penegakkan hukum Indonesia masih pilih kasih.


ARTIKEL PERTAMA
ALAMAT WEB : /pembunuhan/Kasus Marsinah - KOMPASIANA.com.htm
PENERBIT :KOMPASIANA

                                                PEMBUNUHAN MARSINAH
            Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan ont diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat control dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1993. Ia menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Kasus ini pun menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional atau ILO, dikenal sebagai kasus 1713. Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima hukuman.
Kasus diatas menunjukkan masih banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang baik disengaja maupun tidak mengganggu atau mencabut hak asasi orang lain.


















ARTIKEL KEDUA
SUMBER :MERDEKA.com

KESAL TAK DIBERI UANG ROKOK,
GURU LES PRIVAT TEGA HABISI MURIDNYA

            Polres Wonogiri menangkap RFS(29) pelaku pembunuhan terhadap Arif Murdika (9) ,bocah kelas 3 SD Negeri Bulurejo,Kecamatan Bulukerto,Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah,Sabtu pekan lalu .Pelaku yang juga tetangga korban namun beda RT ,tega menghabisi bocah tak berdosa lantaran tidak  diberi uang untuk membeli rokok.
Informasi yang dihimpun dari kepolisianserta sumber lainnya menyebutkan,kasus pembunuhan sadis tersebut berhasil diungkap jajaran reskrim Wonogiri .Petugas bisa menangkap pelaku pembunuhan sebelum 2x24 jam.
            “Kejadiannya pembunuhannya Rabu 30 september lalu .Pelakunya adalah RFS yang tak lain masih tetangga korban,namun berbeda RT .Dia berhasil kita tangkap senelum 2x24 jam ,” ujar Kapolres Wonogiri ,AKBP Windro Panggabean,kepada merdeka.com Selasa(6/10).
Menurut Kapolres pada awalnyaelaku sering memberi pelajaran matematika kepada korban dan anak-anak di likngkungan dekat rumahnya.Dia menduga  pelaku  mengalami kelainan seksual karena juga melakukan tindakan pelecehan terhadap korban.
            Windro menjelaskan ,setelah tak mendapatkan uang rokok tersebut ,RFS kemudian membawa ke rumahnya dan melakukan tindakan kekerasan terhadap korban.“Korban sempat mengalami pelecehan seksual,dengan cara sodomi.Untuk mengelabui petugas ,pelaku menukar seragam sekolah korban dengan seragam sekolah lain,”katanya.
Kapolres menegaskan pihaknya akan menjerat pelaku yang juga residivis curanmor ini dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
            Sementara itu berdasarkan keterangan sejumlah warga Dusun Soko ,Desa Bulurejo,Kecamatan Bulukerto ,saat kejadian mayat Arief ditemukan warga di kolong bawah jembatan dusun setempat  dengan luka sayatan dan luka lebam di beberapa bagian badannya,Usai ditemukan ,korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Amal Sehat Slogohimo,Wonogiri untuk mendapatkan visum.












Tabel Perbandingan
            Dari sumber diatas saya telah menganalisis kasusnya ,sebenarnya kasusnya ini sama mengenai kekerasan (pembunuhan)namun terdapat perbedaan dari keduanya terkait hukum yang ditegakkan di dalam kasusnya.
PERBANDINGAN
ARTIKEL 1
ARTIKEL 2
1.      Jenis Pidana
2.      Nama Pelaku
3.      Nama Korban
4.      Jumlah Korban
5.      Kerugian Materiil
6.      Kerugian Immateriil
7.      Perlakuan Aparat
8.      Fasilitas selama proses hukum
1.      Pembunuhan
2.      Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS),Yudi Susanto(pemilik Cps), Suwono (satpam CPS)
3.      Marsinah
4.      1
5.      Tuntutan Gaji dan tunjangan yang belum direalisasikan
6.      Keluarga dan rekan kerjanya sangat terpuruk atas kematian Marsinah ,karena beliau lah pelopor unjuk rasa yang dilakuan para buruh agar meningkatkan kesejahteraannya
7.      Didalam kasus ini aparat seperti melakukan rekayasa penyelidikan agar instansi yang terkait dalam kasus ini tidak dirugikan.Dan pelaku yang seharusnya segera ditangkap oleh aparat,namun malah dilakukannya manipulasi tersangka.Sehingga merugikan  pihak korban
8.      Terdakwa  dapat melakukan banding dan dibebaskan hukuman

1.      Pembunuhan
2.      RFS
3.      Arif Murdika
4.      1
5.      Tidak ada
6.      Keluarga yang ditinggalkan sangatlah sedih ,karena anak yang baru berumur 9 tahun sudah dibunuh dengan cara yangmengenaskan.
7.      Terdakwa langsung diciduk dan dijebloskan ke penjara ,saat penangkapan sempat terjadi kekerasan yang diberikan petugas dan warga.
8.      Terdapat langsung dijerat hukuman 15 tahun penjara.


Dari hasil analisa secara sosiologis ,Penegakkan hukum di indonesia dari masa orde baru sampai sekarang masih memakai sistem pilih kasih ,bisa dilihat dari Proses hukum yang diterima kedua terdakwa ini sangatlah berbeda .Ketika yang menjadi terdakwa adalah orang yang memiliki jabatan penting ,para penegak hukum terlihat sangat tidak bijaksana dalam mengambil keputusan karena dengan kasus yang sama hasil sidangnya berbeda .
Sama” melakukan tindak kekerasan dan pembunuhan ,namun terdakwa yang memiliki kedudukan jabatan bisa melakukan banding dan bebas hukuman sedangkan dengan terdakwa yang notabene rakyat kecil Undang-Undang tetap berlaku dan dia tetap dikenai hukuman Penjara.Saat hasil sidang selalu merugikan rakyat kecil tidak tindakan pemerintah yang membela  rakyat kecil .Seharusnya para penegak hukum lebih bijaksana dalam mengambil keputusan untuk memberikan hukuman para terdakwa sesuai dengan Undang-Undang yang sudah ada ,Jangan memberikan hukuman pada rakyat kecil saja .Karena orang yang memiliki jabatan atau kedudukan pun itu juga disebut Rakyat .Undang-Undang dan peraturan dibuat untuk ditaatin dan dilaksanakan untuk semua rakyat disegala lapisan .Bukan untuk rakyat kecil saja.